LRT Sumsel, Backbone Transportation, dan Sustainable City

Transportasi perkotaan adalah salah satu aspek vital dalam pembangunan suatu kota. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi, sistem transportasi juga harus berkembang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di Provinsi Sumatera Selatan, hadirnya Light Rail Transit (LRT) menjadi tonggak penting dalam pengembangan sistem transportasi yang berkelanjutan. LRT Sumsel bukan hanya sekadar moda transportasi, melainkan jadi tulang punggung (backbone) yang mendukung pembentukan kota berkelanjutan (sustainable city).

Sustainable city dapat didefinisikan sebagai kota yang perencanaan pengembangannya mengacu pada keseimbangan tiga pilar. Yakni lingkungan hidup, sosial-budaya, dan ekonomi secara terintegrasi. Keseimbangan antarpilar ini penting untuk menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia. Sehingga generasi yang akan datang dapat menikmati kota masa depan yang sehat.

Ketiga pilar sustainble city itu bisa dielaborasi menjadi bagian-bagian penting yang saling terhubung. Pertama, lingkungan hidup. Terdiri dari efisiensi lahan kota, efisiensi penggunaan energi, pengurangan limbah dan polusi, pengintegrasian lingkungan alami dalam kota, serta preservasi pusaka budaya.

Kedua, sosial-budaya yang meliputi pengentasan kemiskinan, pemenuhan basic needs and services (food security, perumahan, air bersih, sampah, sanitasi), mengurangi ketimpangan spasial, meningkatkan keamanan dan kenyamanan kota, pengembangan identitas kota; mewujudkan good urban governance, jaminan kehidupan, pemerataan akses terhadap pelayanan dasar, demokrasi partisipasi, interaksi sosial yang positif, dan berkembangnya nilai (human values) bagi kehidupan yang berkualitas.

Terakhir, pilar ekonomi. Terdiri dari peningkatkan produktifitas kota; pemanfaatan dan pengembangan ekonomi lokal, job creation, income generating, pengembangan nilai tambah ekonomi, dan pengutamaan sumber daya lokal dibanding impor, sehingga terjadi kesetaraan antar generasi (intergeneration equity)

Bila berkaca dari tiga pilar tersebut, tentu LRT Sumsel memuat seluruh kriteria nya. Sejak beroperasi pada 2018, LRT Sumsel dibangun dengan menggunakan teknologi dan desain ramah lingkungan (green vehicle). LRT Sumsel tidak hanya mengurangi emisi gas rumah kaca tetapi juga memberikan solusi yang berkelanjutan dalam transportasi kota. Pemakaian listrik sebagai sumber daya utama juga mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Sehingga menciptakan lingkungan yang hijau, bersih, dan sehat (green transportation).

Hal itu juga didukung oleh minat masyarakat yang mulai peduli dengan berjalan kaki, bersepeda, penggunaan kendaraan hijau, carsharing, serta berusaha untuk membangun atau melindungi sistem transportasi perkotaan yang hemat bahan bakar dan ruang, sehingga dapat menekan emisi karbondioksida di udara.

Sementara itu, dari sisi sosial budaya, masyarakat mulai tertarik untuk menaiki LRT Sumsel. Berdasar data di tahun 2023, rata-rata penumpang harian LRT Sumsel berkisar 10.950. Angka yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 8.459 dan 2021 yang berada di angka 4.381 penumpang. Jumlah ini sudah termasuk penumpang yang naik dan turun menggunakan LRT Sumsel di hari kerja maupun akhir pekan.

Kepala BPKARSS (Balai Pengelola Kereta Api Ringan Sumatera Selatan) Rode Paulus mengatakan, kenaikan tersebut terjadi karena mobilitas masyarakat yang semakin tinggi. Terutama di beberapa stasiun seperti Ampera, DJKA, Bumi Sriwijaya, yang menjadi stasiun teramai LRT. Adapun penumpang tersebut rata-rata berasal dari pedagang, siswa, hingga pekerja kantoran.

Pola kesadaran itu juga didukung karena semakin macetnya kendaraan yang berada di jalur arteri kota Palembang. Kemacetan ini bisa memperbesar pengeluaran harian masyarakat. Berdasar data, setidaknya kerugian akibat kemacetan di Jakarta saja bisa mencapai Rp. 65 triliun/tahun. Sementara itu, untuk Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar menembus Rp. 12 triliun. Nominal yang melebihi angka ABPD kota masing-masing per tahun.

Dengan kata lain, ke depan masyarakat perlu menjadikan transportasi publik sebagai gaya hidup (lifestyle). Aneka aktivitas seperti berdagang, bersekolah, atau berlibur, menggunakan transportasi publik. Sehingga, ketika itu terus dilakukan, akan membentuk pola kebutuhan yang baru. LRT Sumsel tidak hanya dipandang sebagai alat transportasi saja. Tapi, pengguna menganggapnya sebagai sesuatu yang modis dan keren.

Di bagian lain, LRT Sumsel berperan sebagai katalisator untuk pengembangan kawasan pinggiran serta penguatan ekonomi kreatif dan kecil/menengah. Ada 13 stasiun LRT yang bisa diberdayakan untuk pengembangan tersebut. Membentang dari Bandara, Asrama Haji, Punti Kayu, RSUD, Garuda Dempo, Demang, Dishub, Bumi Sriwijaya, Cinde, Ampera, Polrestas, Jakabaring, dan DJKA. Tentu ruangan co-working space, lingkungan stasiun, serta tenan UMKM bisa diberdayakan.

Berdasarkan data hingga 30 November 2023, saat ini terdapat 13 tenan dengan 11 mitra yang bekerja sama dengan LRT Sumsel. Mereka menempati stasiun DJKA, Polresta, Ampera, Cinde, Bumi Sriwijaya, dan Asrama Haji. Dia menambahkan, banyak pelaku UMKM yang berdagang di LRT Sumsel tersebut merasa senang karena telah mendapatkan stan. Menurut mereka, selain biaya yang terjangkau, jumlah pengunjung juga lumayan banyak. Apalagi seperti di akhir pekan Sabtu atau Minggu. Pasti ramai pembeli. Hal ini tentu bisa meningkatkan pendapatan masyarakat. Atau setidaknya membuka peluang kemitraan dengan masyarakat.

Contoh-contoh di atas sebenarnya hanya sebagian kecil dari penerapan tiga pilar lingkungan, sosial-budaya, dan ekonomi. Kota keberlanjutan tidak dapat terwujud tanpa kerja sama seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan sinergi bersama untuk mewujudkan sustainble city. Salah satunya dengan optimalisasi fasilitas. Fasilitas transportasi yang baik menjadi magnet untuk investasi dan pengembangan infrastruktur perkotaan. Kawasan yang sebelumnya sulit dijangkau menjadi lebih terhubung dan dapat diakses dengan mudah. Hal itu juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi kecil dan menengah.

Di LRT Sumsel, saat ini sudah tersedia fasilitas pejalan kaki, jembatan penyebrangan orang (JPO), parkir sepeda, serta layanan kendaraan pengumpan (feeder). Berdasar data, ada 7 koridor yang dilayani feeder LRT Sumsel. Koridor 1 rute Talang Kelapa-Talang Baruk. Koridor 2 rute St. Asrama Haji-Sematang Borang. Koridor 3 Jalan Asrama Haji-Talang Betutu. Koridor 4 Jalan Polresta-Komplek Perum.OPI. Koridor 5 Jalan DJKA-Terminal Plaju. Koridor 6 Jalan RSUD-Sukawinatan. Serta koridor 7 Stadion Kamboja-Bukit Sigantang. Ketujuh koridor ini tepat berada di kantong-kantong ramai penduduk. Harapannya, masyarakat yang sulit mengakses LRT Sumsel bisa dijangkau. Sehingga, mereka lebih antusias memakai angkutan umum daripada kendaraan pribadi.

Di bagian lain, pemerintah juga perlu memikirkan integrasi antarmoda. Misalnya penyediaan bus besar/sedang berbahan bakar gas/listrik, halte green vehicle, tempat pengisian bahan bakar gas/listrik, dan akses yang mudah untuk mencapai lokasi halte green vehicle. Sehingga, masyarakat punya banyak pilihan dalam berkendara. Penyediaan tersebut harus memerhatikan kenyamanan dan keamanan.

Terakhir, perlu dilakukan penertiban parkir, penertiban perilaku pengemudi di jalan, pedagang kaki lima dan pasar tumpah, penyediaan jalan dengan permukaan yang keras, adanya perlengkapan jalan, pengembangan stasiun transit-oriented, pengelolaan limbah, serta pemeliharaan sarana dan prasarana LRT Sumsel. Dengan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, LRT Sumsel dapat menjadi model bagi pembangunan transportasi berkelanjutan di berbagai daerah.

Kesimpulan

LRT Sumsel bukan hanya sekadar moda transportasi, melainkan sebuah inovasi dalam pembangunan kota yang berkelanjutan. Dengan menjadi tulang punggung transportasi (bacbone transportation), LRT Sumsel membuka peluang baru bagi pertumbuhan ekonomi, pengembangan kawasan pinggiran, dan penciptaan lingkungan perkotaan yang ramah lingkungan. Tantangan akan selalu ada, namun dengan manajemen yang baik dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, LRT Sumsel dapat menjadi cermin keberhasilan dalam menciptakan kota yang berkelanjutan.

 

Oleh: Fajar Anugrah Tumanggor*

*Penulis adalah Pranata Humas BPKARSS/LRT Sumsel

Share to:

Berita Terkait: