Perkenalkan (Lagi).. Kami adalah Balai Perawatan Perkeretaapian

Balai Perawatan Perkeretaapian adalah bagian dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, dengan garis komando secara vertikal di bawah Direktorat Jenderal Perkeretaapian.

 Balai Perawatan Perkeretaapian merupakan Unit Pelayanan Teknis (UPT) di bawah Kementerian Perhubungan khususnya direktorat jenderal perkeretaapian. Hal yang menarik dari Balai Perawatan Perkeretaapian adalah UPT ini memiliki mandat khusus yang tidak dimiliki UPT lainnya. Balai Perawatan Perkeretaapian bertugas melakukan perawatan di bidang perkeretaapian, dengan dibekali berbagai fasilitas dan peralatan pendukung perawatan yang memadahi.

Balai secara regulasi terbentuk tahun 2014, namun secara operasional tugas perawatan berjalan di tahun 2019 dengan adanya gedung workshop, yang kemudian dilengkapi fasilitas perawatan Workshop Ngrombo dan secara efektif tersambung dengan lalu lintas jalur rel raya pada akhir 2020 yang kemudian pada awal 2021 sarana perkeretapian lokomotif, kereta dan gerbong mulai berdatangan masuk ke dalam emplasmen Workshop Ngrombo Balai Perawatan Perkeretaapian.

Sebagai informasi, sebelum tahun 2014 atau sebelum Balai Perawatan Perkeretaapian dibentuk, pemerintah memiliki sejumlah sarana dan fasilitas khusus perkeretaapian yang pengelolaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA). Biaya pengadaan dan perawatannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Perawatan beberapa sarana dan peralatan khusus perkeretaapian milik pemerintah tersebut pada awalnya ikut di dalam fasilitas perawatan milik PT Kereta Api Indonesia (Persero). Fasilitas perawatan PT KAI (Persero) tersebut sampai dengan saat ini masih disebut dengan depo dan balai yasa sarana.

Dengan situasi tersebut, maka secara tata kelola, tidak dapat dilaksanakan secara optimal oleh Ditjen Perkeretaapian. Pada pelaksanaanya dilakukan dengan pola Maintenance Service Agreement (MSA) dan dilakukan oleh operator perkeretaapian yang kemudian biayanya ditagihkan kepada DJKA.

Oleh karena itu, Balai Perawatan Perkeretaapian dibentuk untuk memenuhi kebutuhan pusat perawatan perkeretaapian milik pemerintah, sehingga dapat dikelola secara baik dan efektif.

Balai Perawatan Perkeretaapian milik pemerintah diharapkan dapat melaksanakan tugas secara efektif dan efisien, baik secara organisasi, pola kerja, kualitas dan juga pembiayaannya.

Untuk mewujudkan tugas tersebut, Balai Perawatan Perkeretaapian memiliki visi yaitu terwujudnya penyelenggaraan perawatan sarana handal, profesional, mengedepankan kualitas dan mandiri dan misi, pertama untuk mewujudkan kesiapan dan kehandalan sarana perkeretaapian; dan kedua meningkatkan peran manajemen organisasi dalam keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi.

Visi tersebut berkaitan dengan strategi peningkatan keamanan dan keselamatan yang masuk dalam dokumen Rencana Induk Perkeretaapian Nasional Tahun (RIPNAS) 2011. Aspek tersebut menjadi indikator utama keberhasilan penyelenggaraan layanan transportasi karena berhubungan dengan keselamatan.

Langkah strategis dibutuhkan untuk meminimalkan kejadian kecelakaan melalui program peningkatan keselamatan (road map to zero accident). Harapannya pada 2010-2030 terjadi peningkatan keamanan dan keselamatan perkeretaapian.

Program utama yang disusun untuk merealisasikan langkah strategis tersebut yaitu diantaranya meliputi penyiapan regulasi keselamatan dan keamanan sesuai perkembangan teknologi perkeretaapian dalam level pengaturan, pengembangan “Safety Management System” dalam penyelenggaraan perkeretaapian.

Regulasi Lembaga Perawatan Perkeretaapian

Terkait dengan peningkatan keselamatan transportasi kereta api, Ditjen Perkeretaapian (DJKA) telah membuat organisasi pengelola sektor perkeretaapian sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

Organisasi tersebut meliputi UPT Balai Perkeretaapian, UPT Pengujian Prasarana dan Sarana Perkeretaapian dan juga UPT Perawatan Prasarana dan Sarana Perkeretaapian.

UPT Perawatan Prasarana dan Sarana Perkeretaapian tersebutlah yang saat ini dikenal dengan Balai Perawatan Perkeretaapian.

Pasal 18 dan Pasal 25 UU Nomor 23 Tahun 2007 menyebutkan secara lugas adanya mandat perawatan yang salah satunya dilakukan oleh Balai Perawatan Perkeretaapian. Pasal 18 berbunyi penyelenggaraan perkeretaapian umum meliputi salah satunya pada huruf c) adalah perawatan prasarana. Pasal 25 berbunyi pengelenggaraan sarana perkeretaapian umum meliputi kegiatan salah satunya pada huruf c) adalah perawatan sarana (perkeretaapian).

Pasal 25 huruf c) pun ditegaskan pada Pasal 29 yang wajib untuk, pertama, memenuhi standar perawatan sarana perkeretaapian; dan kedua, dilakukan oleh tenaga yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi keahlian dibidang sarana perkeretaapian.

Tugas perawatan tersebut kemudian dipertegas secara rinci pada Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian. Pada pasal 229 terdapat dua ayat, yang berisi tentang kewajiban penyelenggara sarana perkeretapian untuk melakukan perawatan terhadap sarana perkeretaapian agar tetap laik operasi, dan perawatan tersebut dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan.

Kebijakan Balai Perawatan Perkeretaapian tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 65 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Perawatan Perkeretaapian.

Pasal 3 Permen tersebut berisi tugas Balai Perawatan Perkeretaapian untuk menyelenggarakan fungsinya, pertama, pelaksanaan perawatan berkala sarana perkeretaapian milik negara, kedua, pelaksanaan perawatan berat sarana perkeretaapian milik negara, ketiga, pelaksanaan pengendalian kualitas perawatan sarana perkeretaapian milik negara, dan keempat, pelaksanaan pengelolaan urusan tata usaha, rumah tangga, kepegawaian, keuangan, hukum, logistik, dan hubungan masyarakat.

Pengelolaan Perawatan Perkeretaapian Berawawasan K3

Melalui rangkaian proses pembentukan diatas, wilayah operasional Balai Perawatan Perkeretaapian banyak berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan perawatan melalui pekerjaan pemeriksaan komponen-komponen peralatan sarana dan prasarana perkeretaapian.

Sementara perawatan itu sendiri pada Jurnal Penelitian Transprotasi Darat Vol 17 No. 2 di jurnal berjudul Evaluasi Perawatan Sarana Perkeretaapian di PT Kereta Api Indonesia (Persero) diartikan yaitu kegiatan yang diarahkan pada suatu tujuan guna menjamin kelangsungan fungsional suatu sistem produksi atau peralatan sehingga dapat diperoleh hasil yang sesuai dengan yang dikehendaki. Pelaksanaan perawatan dianggap berhasil apabila sistem dapat melakukan fungsinya sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama sistem tersebut berfungsi atau sebelum jangka waktu yang direncanakan.

Fasilitas perawatan Balai Perawatan Perkeretaapian ada di Workshop Ngrombo yang terletak di Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Desa Depok, Kecamatan Toroh. Kurang lebih 45 km dari sebelah utara Kota Solo, dan sekitar 48 km dari sebelah tenggara Kota Semarang.

Workshop Ngrombo berdiri di lahan seluas 6,4 Hektar dan memiliki bangunan seluas 3.888 meter persegi. Memiliki delapan jalur rel kereta api. Empat jalur rel bermuara di dalam ruang gedung workshop, empat jalur lainnya memanjang sampai ke ujung samping sisi timur bangunan workshop.

Empat jalur yang berada di dalam bangunan workshop, dua diantaranya adalah fasilitas spoor kolong, dan dua lainnya terdapat fasilitas spoor underfloor. Kedua jenis spoor tersebut bermanfaat pada saat kegiatan perawatan pada bagian dasar sarana perkeretaapian, seperti roda, bogie atau sistem pengereman.

Apabila empat jalur spoor dapat akses ke dalam fasilitas di dalam ruang gedung workshop, maka empat jalur spoor yang berada di luar ruangan dapat dimanfaatkan untuk tempat stabling sarana perkeretaapian, selama proses perawatan atau penyimpanan.

Balai Perawatan Perkeretaapian selain terdapat gedung workshop, juga dilengkapi dengan bangunan gundang sarana perkeretaapian peralatan khusus, untuk penyimpanan sarana dan fasilitas perawatan di dalamnya. Kemudian stasiun pengisian bahan bakar minyak khusus, lalu bangunan kantor pusat dengan fasilitas masjid, dan juga bangunan mess berlantai dua.

Gedung dan bangunan tersebut dipasangi dengan instalasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), memuat pembagian area kerja dengan warna lantai, berserta fasilitas Alat Pelindung Diri (APD) dan Alat Pemadang Api Ringan (APAR) yang tersedia di tempat terbuka dan mudah dijangkau.

Hal tersebut juga menjadi bagian dari tahap kegiatan pengembangan Sistem Manajemen Keselamatan Perkeretaapian (SMKP), serta partisipasi aktif Balai Perawatan Perkeretaapian dalam penerapan manajemen keselamatan di lingkungan kerja.

Regulator perkeretaapian dalam hal ini adalah pemerintah selaku regulator yang memberikan pedoman, petunjuk dan peraturan perundangan tentang pelaksanaan penyelenggaraan kereta api perlu memiliki standar untuk manajemen keselamatan.

Manajemen keselamatan diperlukan untuk dapat menunjang penyelenggaraan kereta api yang aman. Untuk dapat mencapai ini maka diperlukan perangkat manajemen keselamatan yang melibatkan semua elemen.

Balai Perawatan Perkeretaapian menerapkan SMKP sebagai penerapan pengelolaan perawatan berwawasan keselamatan dan kesehatan kerja, dengan tujuan untuk, pertama meningkatkan keselamatan perkeretaapian yang terencana, terstruktur, terukur dan terintegrasi, kedua mencegah terjadinya insiden dan/atau kecelakaan kereta api dan ketiga menciptakan tempat dan lingkungan kerja SDM perkeretaapian yang selamat, aman, nyaman, dan efisien. (yogo)

Share to:

Berita Terkait: