Proyeksi Pengembangan Layanan Perkeretaapian Renstra 2025-2029

Pembangunan infrastruktur memegang peran kunci dalam percepatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan penyediaan layanan publik, termasuk layanan publik transportasi subsektor perkeretaapian.

Tahun 2024 telah dilaksanakan penyusunan Renstra Perkeretaapian 2025-2029 secara intens. Perlu adanya kolaborasi dan kerjasama banyak pihak agar layanan transportasi perkeretaapian dapat berkembang secara masif. Penglibatan sektor swasta sebagai inovasi dalam pembangunan infrastruktur diharapkan akan membawa perbaikan dalam layanan publik.

Pemerintah Indonesia memberikan alternatif skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sebagai strategi dalam penyediaan infrastruktur.

PT Sarana Multi Infrastuktur (Persero) (PT SMI) menyebut skema ini diatur dalam Perpres Nomor 38 Tahun 2015. Hal itu disampaikan perusahaan dibawah naungan Kementerian Keuangan tersebut, di hadapan jajaran Ditjen Perkeretaapian pada salah satu sesi agenda Focus Group Discussion (FGD) Renstra Perkeretaapian 2025-2029 di Jakarta, Selasa (30/4/2024).

Ada empat sesi materi FGD. Selain tentang skema KPBU, ada materi tentang Rancangan Renstra Perkeretaapian 2025-2029, kemudian materi Rencana Pengembangan Pelayanan PT KAI (Persero), dan materi Strategi Non Fare Box dan Integrasi Antar Moda PT MRT Jakarta (Persero).

Materi KPBU atau Public-Private Partnership (PPP) menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kekurangan pendanaan infrastruktur.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan, telah menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan yang diperlukan. Hal ini termasuk didalamnya Project Development Facility (PDF) untuk mempersiapkan dokumen proyek yang dapat diterima oleh pasar, Viability Gap Fund (VGF) sebagai alat untuk meningkatkan kelayakan ekonomi proyek, Jaminan untuk meningkatkan kredibilitas proyek, dan Availability Payment (AP) sebagai skema pengembalian investasi. Hal tersebut diatur masing-masing pada PMK No. 180 Tahun 2020, Perpres No. 78 Tahun 2010 dan PMK No. 170 Tahun 2018.

Pada salah satu studi kasus pengembangan proyek angkutan massal yang dipaparkan PT SMI, proyek KPBU Transportasi Kota Medan, memakai skema pengembalian investasi dengan Pembayaran Ketersediaan Layanan atau Availability Payment (AP).

Rencana Strategis Perkeretaapian 2025-2029

Pada sesi materi pembahasan Renstra Perkeretaapian 2025-2029 dipaparkan beberapa isu strategis, meliputi isu pangsa angkutan kereta api yang masih rendah dan isu keunggulan ekonomis kereta api di jarak menengah yang belum maksimal.

Ditjen Perekeretaapian memiliki arah kebijakan untuk merespon isu dalam hal pembangunan KA Cepat, meningkatkan efisiensi koridor konurbasi Jawa, membangun KA antar kota, akses simpul transportasi dan kawasan prioritas di Jawa dan Sumatera serta peningkatan insfrastruktur dan layanan KA.

Kemudian untuk mengatasi isu dampak kemacetan yang menghambat pada pertumbuhan ekonomi, keterbatasan perencanaan dan kelembagaan metropolitan serta pembiayaan angkutan massal perkotaan, Ditjen Perkeretaapian  akan membuat susunan Sustainable Urban Mobility Plan, mengembangkan kelembagaan pengelola transportasi metropolitan dan pengembangan skema integrasi pendanaan.

Diharapkan pemenuhan panjang jaringan kereta api, target dan capaian Track Quality Indeks (TQI) serta sarana angkutan umum massal (saum) perkotaan dapat mewujudkan peningkatan kapasitas, aksesibilitas dan keterpaduan dalam penyediaan sarana dan prasarana transportasi nasional, serta mendorong pertumbuhan perekonomian wilayah menjadi lebih baik.

Fokus Pengembangan PT KAI (Persero)

Agenda FGD turut dihadiri oleh stakeholder dan operator perkeretaapian tentunya dengan tujuan yang sama yaitu kemajuan perkeretaapian di Indonesia. Salah satunya PT KAI (Persero), dengan pokok materi meliputi hal pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM), peningkatan fasilitas layanan penumpang di stasiun dan di atas kereta api, serta perihal ticketing dan customer service.

Terkait pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM), terdapat beberapa fasilitas yang harus dilengkapi, baik di stasiun ataupun di dalam kereta api. Fasilitas tersebut berkaitan dengan peningkatan fasilitas bagi penyandang disabilitas.

Kedua, berkaitan dengan peningkatan fasilitas layanan penumpang di stasiun dan di atas kereta api. Beberapa peningkatan yang dilakukan di stasiun adalah integrasi dengan moda transportasi lain, penataan stasiun yang berorientasi pada kapasitas, kenyamanan, dan kemudahan penumpang.

Terakhir, peningkatan pada sektor ticketing dan customer service, seperti peningkatan kehandalan sistem ticketing, mempercepat proses refund ticket, peningkatan fitur baru dan memperkuat fitur yang sudah ada, perluasan kerjasama melalui bundling ticket dengan operator lain.

Strategi Non Fare Box dan Integrasi Antar Moda PT MRT Jakarta (Perseroda)

Perspektif lain datang dari operator perkeretaapian Pemerintah Daerah Khusus Jakarta. Pada era transportasi perkotaan yang semakin kompleks, PT MRT Jakarta (Perseroda) telah mengambil langkah progresif dengan mengimplementasikan strategi Non Fare Box dan integrasi antar moda.

Dengan memperkenalkan strategi Non Fare Box (NFB), PT MRT Jakarta tidak hanya mengandalkan pendapatan dari penjualan tiket, namun juga mengoptimalkan sumber pendapatan dari sumber lain seperti iklan, penyewaan ruang komersial, dan kerjasama strategis lainnya.

PT MRT Jakarta menggunakan Digital Business sebagai Urban Platformer yang dituangkan ke dalam 3 Inisiatif Strategi, yaitu Ridership & Hospitality, Retail & Payment System, dan E-Office/E-Governance.

Sementara dalam Integrasi Antar Moda  mencakup enam Dimensi Integrasi sesuai dengan tugas dan ruang lingkup PT MRI Jakarata, yaitu Fisik, Manajemen, Layanan, Tiket, Informasi, dan Brand. (tim humas baperka)

Share to:

Berita Terkait: